I Don’t Like The World, I Only Like You – Chapter 1

Di terjemahan bahasa Inggrisnya oleh website Dramas, Books, & Tea kebanyakan setiap chapternya dibagi jadi dua part. Cuma di sini aku satuin aja langsung satu chapter.

So, here the story. Enjoy!

Chapter 1: Beginilah Rasanya Pacaran dengan Pria Capricorn

001

Tahun lalu saat Mr. F sedang berada dalam perjalanan bisnis ke Jepang, aku menemukan thread online berjudul, “Sista, bagaimana biasanya kalian menggoda pacar kalian lewat chat?”. Jawaban-jawaban thread itu luar biasa lucu-lucu.

Kebetulan, aku juga mengganti nomor teleponku hari itu. Iseng, aku mengirim pesan anonim ke Mr. F: “Bos, apa ada ingin layanan khusus?”

Dia tidak membalas.

Aku tetap gigih mencoba, mengiriminya pesan lain: “Kucing kecil liar nan kesepian ini punya gairah yang panas dan membara, dan bisa diantarkan ke depan pintu rumahmu. Dijamin puas.”

Tak lama setelah itu, dia meneleponku. Setelah kuangkat, kalimat pertama yang dikeluarkannya adalah, “Apa kamu sangat bosan di rumah?”

Aku luar biasa kaget. “Bagaimana kau bisa tahu itu aku?”

Dia bilang, “Hanya kamu yang cukup gabut untuk melakukan hal-hal seperti itu.” Dia diam sebentar, berpikir dulu sebelum melanjutkan, “Aku akan pulang lusa nanti.”

“Secepat itu? Bukankah seharusnya minggu depan?”

“Tiba-tiba ada perubahan rencana.”

Beberapa hari kemudian, rekan kerjanya datang ke rumah kami untuk makan malam. Pembicaran mereka secara alami membahas perjalanan terakhir mereka ke Jepang. Rekannya berkata, “Mr.F bahkan tidak ikut makan malam perayaan. Tepat ketika pekerjaannya selesai ia segera pergi ke bandara tanpa menunda-nunda sedikitpun, bilang jika tidak ada orang di rumahnya sehingga ia harus segera pulang untuk mengurusi kucingnya.”

Rekan itu mengamati sekelilingnya dan bertanya dengan penasaran, “Omong-omong … kucing yang mana?”

Aku seketika merona. Mr. F meletakkan sepotong ikan di dalam mangkukku lalu menjawab dengan tenang tanpa perubahan ekspresi sedikitpun. “Dia mudah ketakutan terlebih sama orang asing.”

Saat itu aku benar-benar ingin menenggelamkan wajahku ke dalam mangkuk.

002

Mr. F adalah orang yang sangat kaku dan arogan di hadapan orang lain. Karena itu, orang-orang sering menyebutnya Pria Es. Sebaliknya, aku benar-benar kebalikannya. Sebagai orang gila berpengalaman, aku selalu punya hasrat di dalam hati untuk berakting, dan Mr. F akan selalu bilang sungguh disayangkan aku tidak mengambil karir berakting.

Sekali pernah waktu kita sedang makan di luar, aku tiba-tiba stop dan memberitahunya dengan nada suara yang sangat serius. “Kakak ipar, bagaimana kita menghadapi saudariku setelah apa yang kita lakukan?”

Tentu saja, dia—bersama dengan pelayan di dekat kami—secara alami menatapku dengan ekspresi tersambar petir. Bagaimanapun, Mr. F semakin terbiasa setelah bertahun-tahun menghadapiki, dan bahkan berhasil membalas dengan tenang kemarin. “Aku yakin saudarimu akan memberikan restunya dari Surga.”

Akan ada waktu-waktu ketika aku tiba-tiba mendapat inspirasi dan menceritakan kepadanya dengan penuh antusias bahwa aku ingin berakting menjadi pemeran pendukung laki-laki yang mejadi budak cinta dan sangat setia pada sang pemeran utama perempuan.

Aku berhasil masuk ke peranku lumayan cepat dan seketika berteriak ke Mr.F. “AKU YANG PALING MENCINTAI JOEY! AKU TIDAK AKAN PERNAH MEMBIARKANMU MENGAMBILNYAA!”

Dia menyender ke lemari buku, mencari buku yang ia incar sambil tetap bisa menjawabku dengan setengah hati, “Ambil saja kalau begitu.”

Aku kaget—berdasarkan naskah, kisah ini seharusnya tidak berakhir begitu saja.

Aku melanjutkan, “ Aku akan membawanya pergi malam ini dan meninggalkanmu selamanya!”

Dia menutup bukunya dengan keras, lalu dengan dingin berkata, “Coba saja membawanya pergi—jika dia berani kabur bersama orang lain, aku akan mematahkan kakinya.”

HAH! Siapa yang mengizinkanmu mengubah jalan ceritanya!

003

Para tetangga yang tinggal di lantai atas sedang melakukan renovasi sehingga setiap hari rumah kami dipenuhi suara-suara keras yang mengganggu. Karena itu, aku memutuskan untuk menyewa sebuah kamar hotel agar bisa menyelesaikan tulisanku dengan tenang.

Malam harinya, Mr. F tiba untuk mengantarkan makan malam. Kedua mataku berbinar cerah dan aku jahil bertanya, “Bukankah kita seperti sedang melakukan perselingkuhan?”

Dia memelototiku ganas.

Siapa sangka bahwa setelah memasuki kamar, pria itu buru-buru membuka bajunya. Aku bertanya apa yang sedang ia lakukan.

Dia menjawab dengan ekspresi yang sangat serius. “Cepatlah, istriku pulang kerja jam 5 sore.”

004

Saat kembali dari pekerjaan bisnis, aku menerima panggilan telepon dari sahabatku di bandara. Sahabatku ini baru saja putus dan sedang menangis tak terkendali. Sambil membawa koper, aku menemuinya di sebuah kafe.

Sahabatku bilang jika hubungan yang bertahan lama itu hal yang langka; seperti harta yang turun dari surga. Seperti berharap kotak makan dibagikan padahal belum jam makan siang.

Saat aku pulang, aku merasa melakonis dan memeluk Mr.F erat-erat. “Keberuntunganku bisa dibilang buruk; satu-satunya hal sangat beruntung yang kualami dalam hidup ini adalah bertemu denganmu, jadi aku sangat-sangat bersyukur pada hubungan kita. Setelah bertumbuh sampai sedewasa ini, satu dan hanya satu-satunya hal yang aku setia lakukan tanpa lelah adalah mencintaimu.”

Dia menjawab, “Yap. Aku tersentuh kamu berpikir seperti ini.” Dia menjawab, “Tapi jangan pikir hanya karena kamu bilang begitu aku akan memaafkanmu karena baru pulang ke rumah jam 3 pagi.”

Dia melotot galak padaku, dan pergi ke dapur untuk memanaskan segelas madu untuk menghilangkan pengaruh minuman keras yang ada padaku.

005

Aku ini tukang ngomong. Aku sering berbicara ngelantur tanpa lelah di telingannya. Suatu hari aku menanyakan hal yang cukup random kepadanya. “Apa kamu merasa aku ini luar biasa bertele-tele?”

Dia sedang menyetir saat itu, matanya menempel erat ke jalan. Namun, dia masih tetap menjawabku tanpa ekspresi, “Yah, kamu lumayan bertele-tele.”

Aku gak tidak senang—ternyata selama ini dia kesal padaku!

Dia terseyum dan bilang, “Bagaimanapun, aku harus mendengarkan semua ucapan bertele-telemu itu seumur hidupku. Tidak masalah karena toh aku sudah terbiasa.”

006

Kami berdua sekelas waktu SMA. Ketika dia sedang belajar, dia persis seperti dia sekarang—meskipun dari luar dia terlihat luar biasa dingin dan punya lidah berbisa, dia punya hati yang luar biasa baik di dalamnya. Tanpa sengaja, karena beberapa macam insiden, ditambah ketidakdewasaan kami saat itu, kami memutuskan hubungan pertemanan kami.

Lalu dia pergi ke Inggris untuk melanjutkan sekolah. Kami putus kontak selama beberapa tahun. Selama salah satu makan malam reuni kelas kami, seseorang bilang jika dia sebelumnya tidak sengaja menelepon nomer telepon Mr.F yang lama dan ternyata panggilannya terhubung. Barulah saat itu aku sadar jika Mr.F masih mempertahankan nomer lamanya selama bertahun-tahun itu.

“Tetapi bukankah seharusnya tidak nyaman? Kan dia tinggal di luar negeri.”

Tidak ada yang paham mengapa Mr.F mempertahankan nomer lamanya, tetapi kesimpulan akhir kami adalah otak orang jenius bukan sesuatu yang bisa dipahami orang-orang biasa seperti kami.

Tidak lama setelahnya, ulang tahun Mr.F tiba. Aku harus mengumpulkan cukup keberanian untuk mengiriminya pesan. Aku bahkan memeluk ponselku sepanjang malam. Tapi tidak ada jawaban.

Lusa, dia akhirnya menjawab. Itu jawaban yang sangat singkat dan sederhana—“Terima kasih.”

Ketika ia kembali ke Cina di kemudian hari, aku memenuhi tubuhku dengan keberanian lalu pergi ke Beijing untuk mencarinya. Di sana, kami berbaikan dan memutuskan untuk bersama (pacaran). Suatu hari, saat sedang mengacak-acak lemari bukunya, aku menemukan Nokia N97 yang ia gunakan di masa lalu. Aku menyalakannya—seluruh riwayat panggilan dan pesan sudah dihapus, hanya tersisa satu folder pesan yang belum terkirim. Penasaran, aku membukanya. Di sana ada lebih dari sepuluh pesan belum terkirim (draft massage).

Hari ini, aku bertemu perempuan di ASDA yang mirip kamu.

Paul mengeluarkan album baru. Saat ini terasa seolah kamu duduk di sampingku selama aku mendengar lagu-lagunya.

Udara semakin dingin di Changsa, jadi jangan lupa tetap hangan dan pakai pakaian yang lebih tebal.

Aku memaafkanmu. Jadi kumohon, telepon aku.

Dan pesan terakir adalah “Aku merindukanmu.”

Tanggal pesan itu adalah hari ulang tahunnya.

007

Tahun lalu, perusahaan kami mengadakan program di perdesaan di daerah pegunungan. Terjebak dalam keramaian, aku tersandung dan jatuh ke tanah. Kakiku terkena batu dan bintang-bintang seolah bermunculan di kepalaku. Para kolegaku membantuku bangkit dan bertanya apakah aku baik-baik saja. Aku berusaha berdiri sambil menepuk debu dari tubuhku. Aku menjawab kalau aku baik-baik saja—dua plester cukup untuk lukaku.

Barulah saat aku pulang aku sadar jika setengah celanaku penuh dengan darah.  Aku pergi ke klinik terdekat dan dokter di sana bilang kalau aku melebarkan lukaku. Tetapi, tidak ada obat anastesi di sana saat itu. Sementara kami harus melanjutkan programnya sampai besok dan tidak bisa ditunda-tunda. Jadi aku hanya bisa menggeretakkan gigiku dan meninggalkan klinik.

Aku keras kepala terus menahan rasa sakitnya, menolak untuk bersuara sedikitpun. Rekanku—seorang laki-laki setinggi 1,8 cum dari Cina Utara—mengamati dari samping sampai matanya berkaca-kaca. Dia bilang dia benar-benar tulus mengagumi tekadku.

Aku merasa agak malu dan bilang, “Ini bukan apa-apa. Ketika aku masih muda aku pernah dioperasi sekali—wah, rasa sakitnya seratus kali lebih buruk dari ini.”

Mr.F datang untuk menjemput kami ketika kami pulang ke Beijing. Aku pingsan tepat saat aku duduk di mobil, hanya bertahan sebentar mendengar rekanku mengobrol dengan Mr. F. Rekanku ini bilang jika aku lahir satu dekade lebih dulu, aku pasti sudah seperti Liu Hulan.

“Apakah dia sekuat ini di rumah?”

Mr. F menjawab, “Tidak. Dia suka mengeluh di rumah. Dia sering menangis saat menonton film sampai-sampai saya harus menghiburnya seakan-akan dia masih anak-anak.”

Mata rekan kerjaku itu melebar, “Kenapa?”

“… karena dia tidak perlu bersikap kuat di depan saya.”

Mendengarkan percakapan mereka diam-diam, aku merasa air mataku mengalir.

Aku pernah membaca kutipan dari sebuah buku dan itu meninggalkan kesan dalam untukku. Buku itu bilang jika dalam hidup seseorang bisa menemukan cinta dan sex, tetapi hal itu tidak penting. Yang penting adalah jika seseorang itu bisa menemukan orang yang memahaminya.

Aku pikir, aku pasti sudah menemukannya.

008

Perusahaan ingin kami mengadakan acara yang mengenang masa muda.

Aku mengirim pesan jarkom lewat chat ke teman-temanku, bertanya: Orang yang pernah kamu sukai waktu masih sekolah—seperti apa dia sekarang?

Aku mendapatkan berbagai macam jawaban:

Ia menjadi ayah dari anak orang lain.

Dia sudah menikah dan punya anak. Aku memimpikannya semalam, dan bahkan dalam mimpiku dia masih seacuh dan cuek dahulu. Tidak peduli betapa keras aku mencoba, aku tidak akan pernah bisa menyusul langkahnya. Aku sangat sedih dalam mimpiku. Dia tidak melakukan kesalahan apapun. Hanya saja, dia tidak mencintaiku.

Ketika aku sekolah, aku hanya menyukai buku-buku pelajaran.

Aku membaca semua jawaban pelan-pelan dan sadar jika aku tidak sengaja mengirim juga ke Mr. F. Namun aku sama sekali tidak berharap dia akan membalas karena dia biasanya mengambaikan pesan jarkoman seperti ini.

Kami sedang sibuk dengan pekerjaan kami saat itu dan ketika aku pulang ke rumah, sudah jam 11 malam. Dia bahkan pulang lebih malam dariku. Aku setengah tertidur saat aku merasakan dia hati-hati naik ke tempat tidur dan menyelimutiku.

Dia sudah pergi ke kantor ketika aku bangun keesokan harinya. Sewaktu aku baru sampai di kantor, aku menyadari ada pesan belum dibaca di kotak pesanku. Aku membuka dan membaca jawabanya:

Dia menjadi istriku dan dia sedang tidur di sampingku sekarang.

Pukul 2:45 pagi. Mr. F.

009

Ketika aku masih berpacaran dengan Mr. F, aku masih kurang yakin dengan hubungan kami. Apalagi ditambah sifat keras kepalanya, aku jadi harus terus-terusan menjadi yang pertama meminta maaf dan mengalah kapanpun kami bertengkar.

Pernah, sewaktu kami bertengkar, dia dan aku mengadakan perang dingin dan dia mengabaikanku selama seminggu penuh. Meskipun aku sudah melakukan usaha-usaha tidak tahu malu untuk mencairkan hubunga kami, dia masih memilih untuk tidak peduli ataupun meresponku.

Waktu itu radio mobil sedang memasang lagu Zhang Xuan “Baby”. Di liriknya lagunya ada kata-kata “Anak nakalku yang kecil, anak nakalku yang kecil, aku akan membuatmu tertawa agar kau menyukai dunia ini.”

Aku bilang, “Dengar, bukannya lirik ini sangat sesuai denganmu? Kamu seperti anak kecil yang merasa jika seluruh dunia ini milikmu.”

Setelah berbicara kepada diriku sendiri selama beberapa lama, suaraku semakin melembut dan melembut. Tiba-tiba aku merasa tercekik oleh perasaan tidak adil maupun tidak dihargai. Aku berpikir dalam hati—baik, terus saja abaikan aku, paling buruk kita akan putus.

Selama perjalanan hanya ada keheningan. Mobil berhenti sebelum perusahaanku dan aku bersiap-siap untuk keluar. Tiba-tiba dia menahan pergelangan tanganku dan menjawab dengan cemberut sementara tatapan matanya tetap menempel ke lantai.

“Tapi … tapi aku tidak ingin seluruh dunia, aku hanya ingin kamu.”

Seketika air mata mengalir di wajahku.

010

Nenekku sudah sangat tua dan otaknya sedikit aneh. Yang membuat semua orang terpana, entah bagaimana, dia bisa berkomonikasi dengan baik dengan Mr. F, walaupun dia tidak dapat berkomunikasi dengan yang lain. Suatu tahun kami pulang ke rumah nenek untuk merayakan tahun baru Cina. Aku membantu ibuku mempersiapkan makanan sementara Mr. F berada di perkarangan sambil mengobrol dengan nenek. Aku mendengarnya sedang mengajari nenek berbahasa Inggris.

‘I love you’ artinya aku mencintaimu.”

“Tunggu, bicara pelan-pelan … I … apa?”

Mr. F dengan sabar mengulanginya, “I … lo … ve …you.”

Nenek dengan bangga mengangguk, “Sudah masuk ke ingatanku!”

Malam harinya ketika kami sedang makan malam, aku dengan sengaja menanyai nenek. “Aku dengar nenek belajar bahasa Inggris?”

Nenek terlihat senang. “F kecil (little F) mengajariku caranya.”

Mr. F menoleh ke nenek, bertanya, “Bagaimana caranya bilang aku mencintaimu dalam bahasa Inggris?”

I … I … I …” nenek mencoba yang terbaik untuk mengingat-ingat, dan akhirnya menyebutkan, “I … glub yo!”

Satu meja seketika berisik penuh tawa.

Di tengah malam, saat aku turun untuk mengambil segelas malam, aku melihat lampu di kamar nenek masih menyala. Aku menduga nenek hanya lupa mematikan lampunya seperti biasa, jadi aku menghampiri kamarnya. Sesampainya di depan pintu, aku melihat nenek duduk sendiri di kursi lengan sambil memegang potret kakekku yang sudah meninggal. Dia bilang,

“Hey, I glub yo.”

Ketika aku dan Mr. F berbaring di kasur, Mr. F memelukku dan bilang, “Nenek sangat kesepian. Kita sebaiknya pulang kampung lebih sering untuk menemaninya.”

Tiba-tiba aku merasa ingin menangis.

Orang lain yang tidak mengenal Mr. F akan selalu merasa dia seperti batu—sangat dingin dan tidak ramah.

Hanya aku yang tahu dia tidak seperti itu.

Dia sangat lembut. Laki-laki terlembut yang pernah aku temui.

011

Pada malam ketika kita mengambil setifikat pernikahan kami, aku menanyainya, “Kapan kamu mulai punya perasaan padaku?”

Ia menjawab, “aku tidak ingat.”

“Tapi, kenapa aku?”

“Kenapa bukan kamu?”

“Aku sangat picik dan gampang cemburu.”

“Aku juga.”

“Aku takut aku tidak pantas untukmu.”

“Aku juga.”

“Aku belum pernah benar-benar pacaran, jadi aku tidak tahu apa itu cinta.”

“Aku juga tidak tahu.”

Dia menggenggam tanganku lembut, “Tapi aku tahu satu hal. Ketika aku membayangkan menghabiskan seluruh hidupku denganmu, aku merasa hidupku dipenuhi harapan.”

Di umur  16 tahun, kami duduk semeja, dengan jarak kurang dari 10 cm di antara lengan kami. Sekelilingku dipenuhi dengannya.

Di umur 26 tahun, aku bangun di pagi hari dan melihat matahari dengan lembut menyinari wajahnya. Aku pikir, beginilah aku ingin menjadi tua—perlahan-lahan, bersama dengannya.

Aku pikir, ini pasti cinta.

Previous: I Don’t Like The World, I Only Like You (Daftar Isi)

Next: Chapter 2

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai